Tari Payung
Tari Payung. Masyarakat Minangkabau telah dikenal memiliki beragam bentuk dan jenis tari yang turut mewarnai kebudayaan mereka. Selain Tari Piring yang sudah teramat populer, ada juga seni tari yang menggunakan instrumen pelengkap berupa payung sehingga lebih disebut Tari Payung.
Tari Payung merupakan tarian tradisional yang dalam prakteknya dibawakan oleh para penari berjumlah genap yang terdiri dari tiga orang berpasangan. Di masa-masa awal tarian ini ditata oleh Sitti Agam dari Bukittinggi.
Pada kisaran tahun 1960, Tari Payung pernah sangat populer, baik di lingkungan masyarakat Minangkabau atau masyarakat lainnya. Sebagian masyarakat berpandangan belum merasa menyaksikan tari Minangkabau jika belum melihat pertunjukan Tari Payung.
Tari ini seringkali ditampilkan dalam paket pertunjukan tari Minangkabau, baik dalam bentuk hiburan maupun pertunjukan seni (performing art). Sering kali dibawakan pada saat pembukaan suatu acara pesta, pameran atau bentuk kegiatan lainnya.
Makna & Filosofi Tari Payung
Tarian ini tercipta sebagai penggambaran cinta dan kasih sayang. Lambang pergaulan muda-mudi yang secara naratif bercerita sepasang remaja yang sedang bertamasya.
Sementara itu, pemaknaan yang lebih jauh adalah sebagai wujud perlindungan dan kasih sayang suami kepada istrinya dalam membina kehidupan rumah tangga agar hidup selalu bahagia dan sentosa.
Dalam hal ini, penyampaian makna lebih diwakili oleh properti yang digunakan dalam tari yakni payung dan selendang. Payung yang dibawa oleh penari laki-laki dilambangkan sebagai bentuk perlindungan seorang pria sebagai pilar utama dalam keluarga.
Adapun selendang khas Padang yang dipakai oleh penari wanita dilambangkan sebagai ikatan cinta suci yang penuh dengan kesetiaan seorang wanita serta bentuk kesiapannya dalam membangun rumah tangga.
Sejarah Tari Payung
Dalam sejarahnya, Tari Payung berkaitan dengan seni drama yang pada masa penjajahan Belanda lebih dikenal dengan toonel. Selain Randai, drama toonel adalah kesenian yang lahir dari pengaruh sekelompok seniman dari Semenanjung Malaya yang mempertunjukan seni komedi bangsawan Melayu di Sumatera Barat.
Toonel, dalam pertunjukannya biasa dilengkapi dengan jenis kesenian lain, termasuk Tari Payung. Awalnya, tari ini hanya sebagai salah satu selingan antara babak ke babak dalam pertunjukan toonel.
Pada tahun 1920-an, melalui perkembangan drama tersebut, Tari Payung turut mendapat sambutan masyarakat di Bukittinggi seiring dengan perkembangan Tari Minangkabau gaya Melayu.
Adalah Muhammad Rasjid Manggis (1904-1984) yang dikatakan sebagai penata Tari Payung untuk pertama kalinya dalam bentuk tari teater pada awal 1920-an. Selanjutnya adalah Sitti Agam yang satu angkatan dengan Rasjid Manggis di Normal School Bukittinggi.
Melalui Sitti Agam, Tari Payung ditata dengan membawakan tema pergaulan muda-mudi secara naratif bercerita sepasang muda-mudi bertamasya ke Sungai Tanang (suatu pemandian di Bukittinggi).
Cerita tersebut disesuaikan dengan gambaran kehidupan remaja di sekolah tinggal di kota yang lepas dari kungkungan adat. Menariknya, pada awalnya seluruh pemain adalah perempuan, peran laki-laki pun digantikan oleh perempuan termasuk pemusiknya.
Dahulu kaum perempuan dilarang berkarir di luar Rumah Gadang. Sehingga Sitti Agam memprakarsai mendirikan organisasi perempuan tahun 1924 satu periode “Serikat kaum Ibu Sumatera (SKIS)” dan memimpin penerbitan majalah.
Langkah tersebut dimaksudkan untuk mendorong derajat kaum wanita, termasuk dalam bidang kesenian dengan mengadakan pertunjukan toonel atau yang juga disebut basandiwara.
Menurut Damir Idris yang mengaku bekas murid Sitti Agam, gurunya tersebut adalah wanita terhormat di Minangkabau yang pertama kali menari diatas pentas.
Beliau orang pertama yang menata Tari Payung sekaligus ikut menarikannya dalam pertunjukan toonel yang disutradarai sendiri. Mengingat kondisi adat dimasyarakat waktu itu, semua kegiatan kesenian laki-laki dengan perempuan terpisah, termasuk penontonnya.
Perkembangan selanjutnya dimotori oleh Sariamin alias Selasih atau Seliguri yang juga pelajar di Normal School lebih muda dari Sitti Agam dan Rasjid Manggis.
Olehnya, Tari Payung disusun dengan menekankan perbedaan dalam penggarapannya saja, selain itu tetap sama. Diluar murid Normal School, tari ini juga ditata oleh murid-murid Ins Kayutanam diantaranya Sjofian Naan dan Djarmias Sutan Bagindo.
Oleh Sjofian Naan, tari ini diberi gubahan warna yang berangkat dari kaba atau cerita rakyat. Gubahan tari tersebut lebih menekankan simbol-simbol identitas ke-Minangkabau-an, walaupun terbatas dimensi isi dan busana.
Sementara itu, Djermias Sutan Bagindo sama-sama memiliki gubahan namun tetap mengikuti pola sebelumnya. Ia berlandaskan dimensi tekstual atau aspek internal sebuah tari.
Dalam perjalanannya, Tari Payung mengalami perkembangan dinamika horisontal, terutama dari murid-murid Sjofian Naan seperti Hoerijah Adam, Sjofyani Yusaf dan Gusmiati Suid.
Semuanya memiliki andil dalam menciptakan Tari Payung dengan gubahan dan kreasi mereka yang khas, meski tetap berpijak pada unsur tarian sebelumnya. Melalui ketiganya, dari abad ke-20 hingga sekarang, Tari Payung yang populer adalah karya dari Sjofyani Yusaf.
Dari Zuraida Zainoeddin yang banyak mengenal Sitti Agam, bahwa Sitti Agam mengatakan “Tari Payung dalam perkembangannya sudah ratusan jumlahnya. Siapa saja memang dapat menata Tari Payung, baik orang Minangkabau sendiri, maupun orang luar Minangkabau“.
Sungguh pun demikian Tari Payung yang sudah berkembang menurut masing-masing penatanya itu, tetap dengan tema percintaan dengan lagu Babendi-bendi yang menggambarkan kehidupan remaja anak sekolah di kota pada awal abad masa itu yang digambarkan oleh Encik Sitti Agam (Mulyadi,1994:302).
Struktur Gerak Tari Payung
Sebagai sebuah tari yang terlahir pada tahun 1920-an, Tari Payung mengusung karakteristik tari Minangkabau pada masa itu yang cenderung memiliki gerak lemah lembut.
Mengenai hal ini, gerakan tari diibaratkan sebagai gerak “siganjua lalai, pado suruik maju nan labiah. Alu tataruang patah tigo, samuik tapijak indak mati” (pada surut maju yang lebih, Alu tertaruang patah tiga, semut terpijak tidak mati).
Kalimat diatas kurang lebih mewakili gerak yang lemah lembut, namun tetap mengandung ketajaman dan kekuatan.
Mengingat dalam sejarah perkembangannya, diketahui bahwa yang populer hingga saat ini adalah Tari Payung karya Sjofyani Yusaf, maka apa yang tersaji disini lebih menggambarkan tari tersebut.
Tari Payung ini cenderung serempak (unison) dibawakan oleh penari berjumlah genap yaitu enam orang. Sehingga tari yang ditampilkan terkesan lebih teratur karena semua penari menarikan tari ini dengan gerakan yang sama.
Dalam hal gerakan, Tari Payung karya Sjofyani memiliki gerak yang lebih ringan dan tidak terikat oleh aturan-aturan yang rumit. Melalui gerakannya juga, tarian ini termasuk tari Minangkabau gaya Melayu, selain terdapat pengaruh tari Minangkabau juga terdapat gaya gerak tari Melayu.
Gerakan tari Minangkabau bisa dilihat dalam gerak pencak silat oleh penari laki-laki, sementara gaya Melayu lebih terlihat pada gerak seperti lenggang, lenggok dan joget. Berikut ini adalah struktur dan ragam gerak Tari Payung ini :
- Bagian Awal
Penari Putri (Ayun puta, Ayun puta Payuang, Layok Payuang ka Tangah puta, Payuang sibak-puta Payuang dalam, Mamatiak bungo-langkah silang balakang, Sibak payuang-maagiah payuang ka panari putra).
Penari Putra (Maliriak payuang-jalan, Ayun payuang bapasangan, Silek puta tusuak, Roda-mamayuang, Maelo puta dalam, Maelo puta lua).
- Bagian Tengah (isi)
Penari Putri (Maliriak salendang, Jalan, Lingkaran 4 bapasangan, Mangirai salendang-puta, Ayun salendang kiri kanan-puta kiri, Ayun salendang kiri kanan-puta kanan, Ayun salendang sampiang, Jalan kiri kanan, Jalan kamuko maju mundur).
- Bagian Akhir
Berpasangan (Jalan bapasangan step c, Komposisi Bendi bapasangan step s, Langkah geser salendang lingkaran (putri), Bapasangan jalan lingkaran (putra), Rantang payuang puta (putra), Ayun salendang maju step s, Ayun salendang maju-sambah (putra), Ayun payuang maju-sambah (putra)).
Musik & Syair Pengiring Tari Payung
Dalam pelaksanaannya, Tari Payung diringi oleh alat musik diatonik diantaranya adalah Talempong, Accordion, Violin dan Gitar.
Kesemuanya harmoni dalam irama musik Melayu atau Langgam Melayu, sementara syair lagunya adalah Babendi-bendi. Syairnya sebagai berikut :
Babendi..bendi
Ka sungai tanang
Aduhai sayang (2x)
Singgahlah mamatiak..singgahlah
mamatiak
Bunga lembayung (2x)
Hati siapo..indak ka sanang aduhai
sayang..(2x)
Maliek rang mudo..mailek rang mudo
manari payung..(2x)
Hati siapo..hati siapo..indak kasanang
aduhai sayang..(2x)
Maileksinona.. mailek si nona manari
payung..(2x)
Berbendi-bendi
Berbendi-bendi
Kesungai tenang..aduhai sayang (2x)
Singgahlah memetik..singgahlah
memetik bunga lembayung
Hati siapa..hati siapa tidaklah senang
aduhai sayang (2x)
Melihat orang muda..melihat orang
muda menari payung..
Hati siapa tidaklah senang aduhai
sayang (2x)
Ka sungai tanang
Aduhai sayang (2x)
Singgahlah mamatiak..singgahlah
mamatiak
Bunga lembayung (2x)
Hati siapo..indak ka sanang aduhai
sayang..(2x)
Maliek rang mudo..mailek rang mudo
manari payung..(2x)
Hati siapo..hati siapo..indak kasanang
aduhai sayang..(2x)
Maileksinona.. mailek si nona manari
payung..(2x)
Berbendi-bendi
Berbendi-bendi
Kesungai tenang..aduhai sayang (2x)
Singgahlah memetik..singgahlah
memetik bunga lembayung
Hati siapa..hati siapa tidaklah senang
aduhai sayang (2x)
Melihat orang muda..melihat orang
muda menari payung..
Hati siapa tidaklah senang aduhai
sayang (2x)
Properti, Busana & Rias Tari Payung
Seperti yang telah dikatakan pada awal artikel ini, Tari Payung menggunakan instrumen pelengkap berupa payung dan selendang.
Adapun dalam hal tata busana, para penari menggunakan pakaian khas Melayu dengan tetap mempertimbangkan kenyamanan dan kesopanan menurut adat Minangkabau.
Para penari perempuan memakai baju kebaya dalam dengan songket, rambut disanggul dan menggunakan sunting rendah.
Para penari laki-laki memakai pakaian teluk belanga dengan kerah cekak musang beserta celana panjang, kain sesamping dan peci hitam. Tata riasnya adalah rias cantik dan gagah.
0 Komentar