Tari Kuntulan

Tari Kuntulan

Kuntulan merupakan salah satu jenis tarian tradisional berunsur Islami dengan penari menggunakan kostum putih-putih menyerupai burung Kuntul (jawa) yang sering dijumpai di daerah pedesaan. Mungkin ada beberapa perbedaan terkait beragam jenis Kesenian Kuntulan yang ada di ketiga daerah tersebut. Pada artikel kali ini, kita akan coba untuk menggali tentang kesenian Kuntulan yang ada di daerah Magelang, Jawa Tengah.
Tari Kuntulan atau biasa disebut dengan Terbang Kuntuk adalah kesenian musik tradisional yang mirip dengan Bordah tapi memiliki jenis instrumen yang lebih komplit termasuk, Kendang, Jedor, gong dan Organ.Tari Kuntulan merupakan tari khas dari Desa Semedo Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Tegal. Keunikan ragam gerak dan bentuk penyajian dari Tari Kuntulan ini adalah terletak pada ciri khas gerakan, seperti gerakan silat yang bersifat patah-patah dan tegas, tarian ini lebih mengutamakan gerakan tegas dan kuat kerena gerakan yang dipakai adalah gerakan silat. Keunikan ragam gerak dan bentuk penyajian dari Tari Kuntulan ini adalah terletak pada ciri khas gerakan, seperti gerakan silat yang bersifat patah-patah dan tegas, tarian ini lebih mengutamakan gerakan tegas dan kuat kerena gerakan yang dipakai adalah gerakan silat. 
Nama Kuntulan diambil dari para penari yang mengenakan baju putih seperti burung Kuntul (sejenis bangau). Pada dasarnya musik ini hanya menggunakan rebana dan jidor sebagai alat musik utama, tetapi, dengan semakin berkembangnya waktu, ditambahkan kendang dan gong. Hasil improvisasi ini disebut sebagai Kundaran






Kesenian Kuntulan di Magelang

Selain dikenal sebagai kota bunga, Magelang juga memiliki keragaman budaya dan tradisi peninggalan leluhur. Banyak tradisi dan kesenian lokal yang hingga kini masih dilestarikan oleh warganya. Berbagai usaha dari pemerintah daerah juga telah digalakkan sebagai upaya untuk melestarikan dan menyemarakkan kembali tradisi dan kesenian yang ada, salah satu di antara kesenian tersebut adalah kesenian Kuntulan. Pada helatan Festival Tidar bulan Oktober kemaren, kesenian Kuntulan juga ditampilkan sebagai pembuka festival bersama dengan tarian Kipas Sejuta Bunga. Tarian kolosal Kuntulan yang dibawakan oleh ratusan pelajar SMP, SMA, dan SMK dari berbagai sanggar ini juga mampu membuat kagum para penonton yang menyaksikannya.

Asal Usul Sejarah Kesenian Kuntulan

Menurut sejarahnya, kesenian kuntulan ini terlahir sebagai salah satu media penyebaran agama Islam yang konon merupakan peninggalan dari Sunan Kalijaga, salah satu anggota Walisongo penyebar agama Islam di tanah Jawa. Di desa-desa sekitar Pegunungan Andong dan Merbabu Magelang, keberadaan seni tari Kuntulan ini masih bertahan hingga saat ini. Melalui kesenian Kuntulan, pada masa lalu Sunan Kalijaga berdakwah menyampaikan ajaran Islam yang mudah diterima agar rakyat tertarik untuk mendalaminya. Mungkin karena itu pula kostum para penari berpakaian putih-putih dan memakai sorban seperti halnya pakaian para wali.

Menurut asal namanya, Kuntulan konon berasal dari Kuntul, nama burung sejenis angsa yang biasa muncul di persawahan desa. Oleh karenanya, tidak heran jika para penarinya juga mengenakan pakaian serba putih seperti warna dari burung kuntul. Dari burung kuntul ini, ternyata banyak falsafah hidup yang bisa diambil. Bagi para petani, burung kuntul ternyata turut berperan dalam menyelamatkan tanaman padi dari serangan hama seperti keong atau tikus. Selain itu, sebuah ungkapan Jawa juga menyebutkan "Golekana tapake kuntul mabur". Ungkapan ini bisa dipahami bahwa tidak mungkin bagi kita untuk mencari (golek) tapak kaki burung kuntul yang sedang terbang (mabur). Oleh karenanya, falsafah ini sebenarnya bermakna rasa kepasrahan kita pada Gusti Allah, karena Dialah yang berkuasa atas segalanya.

Keberadaan Seni Kuntulan di Magelang telah muncul sejak ratusan tahun yang lalu. Menurut kisah turun temurun masyarakat setempat, seni kuntulan saat itu dibawa oleh Sunan Kalijaga dan kemudian dikembangkan oleh para pengikut beliau. Lambat laun kesenian ini berkembang dan dapat diterima masyarakat karena efektifitasnya sebagai media dakwah dan media tutur untuk menyampaikan pesan-pesan moral dan sosial lainnya. Pada masa perang Diponegoro (1825  1830), kesenian Kuntulan tumbuh subur dan dikembangkan sebagai taktik untuk mengelabuhi Kolonial Belanda agar Laskar-Laskar Pangeran Diponegoro di dalam menyusun kekuatan tidak tercium oleh pihak Belanda.
Pada masa itu, kesenian Kuntulan digunakan sebagai latihan rakyat yang tergabung sebagai pasukan laskar Pangeran Diponegoro saat melawan penjajahan Belanda. Dalam kesenian Kuntulan, gerakan-gerakan bela diri diperhalus serta diiringi dengan rebana maupun syair syair keagamaan. Dengan taktik seperti ini, pihak Belanda pun tidak mengetahui bahwa kesenian Kuntulan ini juga merupakan ajang untuk melatih dan menyusun kekuatan (gladi keprajuritan) dalam berjuang menghadapi penjajah. Selain dimainkan oleh prajurit laskar Pangeran Diponegoro, kesenian Kuntulan ini juga di ajarkan kepada masyarakat sekitar sebagai kesenian rakyat yang menarik dan patut untuk dilestarikan.

Tari Kuntulan Pada Masa Kini

Seiring berjalannya waktu, kesenian tari Kuntulan ini telah mengalami beberapa perkembangan baik dari segi kostum, gerakan-gerakan, maupun kelengkapan-kelengkapan lainnya. Meski begitu, makna maupun kesakralan dari tari kuntulan tetap dipertahankan, selain dibuat agar lebih menarik bagi generasi pada masa sekarang. Pada masa kini, kesenian tari Kuntulan telah berkembang pesat di Magelang. Hal ini juga karena adanya dukungan Pemerintah Kota Magelang melalui Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata yang secara rutin mengadakan pembinaan dan memfasilitasi kesenian Kuntulan untuk tampil diberbagai event. Bukti pesatnya kesenian Kuntulan ini juga bisa dilihat dari berdirinya sanggar-sanggar tari Kuntulan di sekolah sekolah lanjutan tingkat pertama maupun tingkat atas di Kota Magelang. Selain itu, tari Kuntulan juga sering dilombakan setiap tahunnya untuk memacu prestasi maupun kreasi para siswa di wilayah Magelang.






Tari Kuntulan biasa ditampilkan oleh sejumlah penari baik pria maupun wanita yang minimal berjumlah 10 orang. Kostum yang digunakan oleh para penari Kuntulan yaitu kostum seragam berwarna putih dengan tambahan aksesoris-aksesoris lain yang terdiri dari Kalung Kace, Kain dan mote, Ubel dalam dan luar berplisir, Sepatu berkaos kaki putih, Gelang berbahan kain, Ikat pinggang, Celana panjang putih dan tambahan kipas. Untuk instrumen musik yang digunakan biasanya berupa alunan musik dari Kenthing, Kenthung, dan Rebana. Kesenian tari Kuntulan memang unik. Sambil menggenggam kipas di tangan, para penari berlenggak lenggok mengikuti alur gerakan tari yang juga mirip gerakan beladiri dan bergerak kesana kemari. Kadang berputar, dan kadang berhenti sambil mengangguk-anggukan kepala, dengan diiringi lantunan syair-syair Islami.

Demikianlah sekilas tentang kesenian Kuntulan dari wilayah Magelang, Jawa Tengah. Sebagaimana ciri khasnya pada masa lalu, kesenian Kuntulan bertujuan untuk menarik warga agar berkumpul dan menyaksikannya. Dengan iringan musik dan tarian yang menarik, syair-syair Islami juga dilantunkan untuk mengajak warga dalam menjalankan syariat islam dan berbuat baik kepada sesama umat manusia. Selain wayang, ternyata masih banyak ya kesenian-kesenian peninggalan para Wali dalam menyebarkan agama Islam di tanah Jawa ini, salah satunya yaitu kesenian Kuntulan di Magelang ini.

Posting Komentar

0 Komentar