Tari amplang



Kesenian Aplang berasal dari tradisi penyebaran agama Islam di Banjarnegara, Jawa Tengah. Penyebaran Islam pada saat itu menggunakan beberapa cara. Salah satunya melalui kesenian. Kesenian tersebut merupakan sarana dakwah bagi agama Islam yang berpedoman pada kitab Berjanji (berasal dari kata Al Barzanzi yaitu nama sebuah kitab karangan seorang Al Barzanzi, kitab ini berisi tentang riwayat hidup Nabi Muhammad S.A.W) dan kitab suci Al-Quran.
Di desa Kaliwungu Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara terdapat grup Berjanjen. Sebuah cara untuk menyebarkan agama Islam dengan melantunkan ayat suci Al-Quran dan syair-syair berbahasa Jawa dengan diiringi rebana.
Pada tahun 1951 terbentuk kesenian Angguk yang merupakan perkembangan dari Berjanjen. Kesenian tersebut terbentuk dengan menambah gerakan silat yang dilakukan beberapa penari laki-laki pada saat Berjanjen.
Setelah beberapa waktu kesenian Angguk perlahan mulai mengalami kemunduran sehingga lambat laun tidak aktif, kemudian tumbuh kesenian baru yang bernama Dhaeng. Kata Dhaeng berasal dari kata “Aeng” yaitu Beda yang dimaksud berbeda dari kesenian Angguk
Beberapa waktu kemudian pada kesenian Dhaeng dilakukan penambahan penari pria, agar kesenian Dhaeng lebih atraktif. Kesenian Dhaeng berubah nama menjadi Aplang, Aplang berasal dari kata “Ndhaplang”. Berarti gerakan silat dilakukan dengan merentangkan tangan ke kanan dan ke kiri. Gerak-gerak silat  41 pada tari Aplang diirinngi dengan nyanyian dan syair-syair menggunakan bahasa Arab yang bersumber pada kitab Al Berzanzi.
Dahulu kesenian Aplang dilakukan pada malam hari yaitu pada pukul 20.00 sampai pukul 01.00 malam dengan durasi waktu terdiri atas 12 babak. Kesenian Aplang dilakukan sebagai sarana dakwah dan hiburan pada waktu itu, dengan melantunkan puji-pujian Islam dan diiringi dengan alat musik rebana.
Kesenian Aplang sempat mengalami pertumbuhan yang tersendat-sendat karena kemajuan zaman yang mengakibatkan kesenian tersebut tidak aktif. Kesenian Aplang mulai muncul kembali sekitar tahun 1953. Kemunculan itu diwarnai dengan penambahan penari. Semula para penari Aplang adalah penari putra yang
berjumlah 8 orang.
Tahun 1953 tari Aplang mengalami pergantian penari putri, hal ini mempunyai maksud agar tari Aplang semakin menarik dalam menyajikannya. (Jasman, wawancara 12 Maret 2013). Penggemar kesenian Aplang menganggap bahwa kesenian Aplang yang ditarikan oleh penari putri lebih menarik dan tidak membuat jenuh penontonnya.

Kesenian Aplang berubah wajah, sehingga kesenian ini semakin banyak digemari masyarakat. Masyarakat sengaja nanggap tari Aplang (mengundang untuk suatu pementasan) pada saat mereka menggelar hajatan seperti acara ngapati (selamatan 4 bulanan orang hamil), mitoni (selamatan 7 bulanan orang hamil), yasinan, dan pengajian.

Tahun 1991 kesenian Aplang semakin dikenal oleh masyarakat. Sehingga banyak seniman yang tertarik untuk menggarapnya. Tahun 2004 Tari Aplang digarap oleh Bapak Mudiyono sehingga mengalami pengembangan dari segi 42 penari yang sekarang ditarikan oleh penari putra dan putri, maupun dari segi gerak, durasi waktu, rias, dan busana.
Untuk menambah kekhasan dan Islamiah para penari menggunakan “tarompah” atau “bakiak” (alas kaki yang digunakan untuk pergi ke mushola atau masjid yang terbuat dari kayu) yang lebih modern. Karena kesenian tersebut mengikuti perkembangan zaman.
Hal ini tidak terlepas usaha dari Pemerintah Daerah untuk memperkenalkan, mengembangkan dan melestarikan kebudayaan daerah khususnya tari Aplang. Tari Aplang mendapat perhatian dan pembinaan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banjarnegara.
Tari Aplang diikut sertakan dalam parade seni di PRPP Semarang dan mendapat juara 1, serta festival kesenian tradisional tingkat propinsi Jawa Tengah di Borobudur mendapat juara 1. Usaha nyata Pemerintah Daerah ini antara lain diwujudkan dengan mengadakan pelatihan tari Aplang se-Kabupaten Banjarnegara pada Tahun 2007 dan Tahun 2013. Melibatkan guru-guru seni tari, pelaku seni dan seniman. Pada dasarnya tari Aplang difungsikan sebagai media dakwah dan penyebaran agama Islam. Pada perkembangannya tari Aplang tidak hanya difungsikan sebagai media dakwah dan peyebaran agama Islam saja, tetapi juga berfungsi sebagi hiburan.
Tari Aplang banyak dipentaskan pada acara festival, hari jadi Kabupaten Banjarnegara, penyambutan tamu-tamu yang datang ke Kabupaten Banjarnegara maupun acara rutin yang diadakan pemeritah kota. Sehingga tari ini mampu memberikan suatu hiburan yang dapat dinikmati oleh banyak orang.
Selain mampu menghibur tamu yang hadir, tari Aplang juga mampu memberikan hiburan bagi diri penari sendiri. Karena kegiatan menari dapat memberikan pengalaman, rasa senang, dan puas bagi penari itu sendiri.
Secara tidak langsung, tari Aplang juga dapat berfungsi sebagai sarana penyampaian pendidikan moral dan sebagai wadah mengembangkan nilai keindahan. Sehingga mampu memperkaya jiwa masyarakat dalam mengenal warisan budaya.


Ciri Khas Tari Aplang
Tari Aplang merupakan suatu kesenian yang awalnya digunakan sebagai media penyebaran agama islam. boleh karena itu, Tari Aplang mempunyai cirri khas yang tidak terlepas dari unsur islami, diantarnya iringan rebana, bedug dan beberapa cerita serta syair puji!pujian yang dilakukan menggunakan bahasa Arab dan Jawa.Selain itu, Tari Aplang juga mempunyai cirri khas gerakan yang tidak baku "tidak ada nama!nama spesiliknya sehingga dapat terus dilakukan pengembangan dan modi#ikikasi agr tarian semakin indah. Gerakan Tari Aplang juga meru%akan gerakan bebas "bukan klasok$, melainkan bersi#at kerakyatanTari Aplang biasanya dipentaskan oleh sedikitnya lima orang penari putra atau putri sampai  jumlah yang tidak ditentukan. &sia penari maksimal adalah '( tahun. )al ini dimaksudkan agar penari lebih enerjik dan semangat dalam membawakan tarian. Gerakan khas dari Tari Aplang adalah gerakan silat yang dibubuhi dengan gerakan gerakan lain agar terliahat lebih indah dan luwes.
Perkembangan Tari Aplang
Dalam perkembangannya, Tari Aplang mengalami beberapa modifikasi baik dalam gerakan, kostum dan segi teknis lainnya. Saat ini, pemerintah kabupaten Banjarnegara melalui Dinas pariwisata dan Buadya  sedang memfokuskan pengembangan Tari Aplang tradisional dengan tidak mengubah isi atau maksud tarian yang secara umum berisi suatu doa!doa atau ungkapan syukur kepada Tuhan yang maha kuasa. Berikut ini akan disajikan beberapa perubahan atau modi#ikasi pada Tari Aplang dan  perbandingannya dengan Tari Aplang tradisional yang dilakukan oleh Bapak budianto selaku pelatih Tari Aplang kabupaten Banjarnegara yang juga merupakan Sama Teknisi bagian -ebudayaan Dians pariwisata dan Budaya.
Gerakan
Jika Tari Aplang tradisional, gerakannya bersi#at stati ataumonoton,kemudian kebanyakan dari gerakannya hanya berupa gerakan ditwmpat. Berbeda dengan Tari Aplang modern, Geraknnya sudah mengalami modifikasi atau perubahan. Antara lain gerakannya bersifat dinamis dan tidak lagi bersifat monoton. Banyak dari gerakannya yang bepindah tempat. Selain itu, gerakan yang sekarang juga lebih luwes dan tidak kaku sehingga hal ini terkesan lebih menarik.
Durasi
Durasi dari Tari Aplang yang bersi#at tradisional lama, sehingga hal ini dapat mengakibatkan  penonton yang menyaksikan tarian ini menjadi jenuh dan bosan. Dalam perkemabangannya, Tari Aplang ini diubah atau dimodi#ikasi menjadi sesuatu yang bersi#at modern dan lebih

menarik yaitu dengan mengurangi durasi tarian menjadi lebih singkat menjadi kurang lebih tujuh menit. )al ini ditujukan agar para penonton yang menyaksikan tarian ini tidak merasa  bosan dan jenuh.
Kostum
 pada Tari Aplang tradisional, kostum yang dikenakan berupa baju putih dengan legan  panjang, dilengkapi dengan tapi, slempang hitam kain jahit dan hanya mengenakan kaos kaki sebagai alas kaki pada saat menari. BerbedaDengan Tari Aplang yang sekarang. &ntuk kostum Tari Aplang yang sekarang berupa baju  putih, merah muda, biru lengan panjang dari bahan sejenis diamond yang terkesan lebih indah dan meriah.-ostum tersebut dilengkapi dengan topi yang dipakai pada sanggul penari, dan dilengkapi dangan slemapng yang dililitkan menyamping pada badan dengan warna yang disesuakan denagn warna hijau, juga dilengkapi dengan kain jarit yang menutupi celana legin kira!kira setinggi lutut. Alas kaki yang digunakan yaitu gapyak yang dapat menimbulkan kesan agamis mengingat gapyak dulu merupakan alas kaki khas yang dipakai saat pergi ke masjid. Terkadang para  penari juga mengenakan kacamata agar terkesan lebih menarik.

Posting Komentar

0 Komentar