Tari Tayuban

TARI TAYUBAN

Hasil gambar untuk gambar tari tayuban"


  Tayuban adalah sejenis tarian pergaulan yang diiringi irama gamelan dan berkembang di tanah Jawa. Di Wilayah Jawa Barat, wilayah khusus Subang, Indramayu dan Cirebon disebut dengan istilah Ronggeng Dombret . Seperti di wilayah ini diiringi irama kliningan, pelog atau prawa dan lagu-lagu yang sama saat pagelaran wayang kulit, seperti Renggong, Dermayon , Kiser, dan Bendrong .
makna tari tayuban tayub memiliki nilai positif yang adiluhung. Tarian ini kaya akan makna pemahaman hidup manusia dengan Sang Pencipta, serta mempunyai bobot filosofis tentang jati diri manusia juga.
Millens, tayuban berakar dari kisah kadewatan (para dewa-dewi): saat dewa-dewi matya (menari berjajar-jajar) dengan tubuh serasi atau guyup. Nah, lewat cerita itu, tari tayub menjadi ajang bersosialisasi antarperempuan dengan pria.
Dalam Tari Tayup, ledhek bakal mengalungkan sampur ke pria untuk diajak menari bersama
Dalam Tari Tayup, ledhek bakal mengalungkan sampur ke pria untuk diajak menari bersama.
Kalau kamu pernah menonton tari tayub, sepintas tari ini mirip dengan tari jaipong, meski di Jawa Tengah tayub nggak setenar tari gambyong. Biasanya tari ini dipentaskan di acara pernikahan, khitan, menjamu tamu penting, perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia, serta pelantikan penjabat daerah.
Dalam satu grup tayub, terdiri atas sinden, piñata gamelan, serta penari pria maupun wanita. Nggak ada pakem mengenai jumlah penari tayub.
Terdapat keindahan di setiap gerak Tari Tayub. Selain itu, ada makna tentang keselarasan hidup manusia.
Terdapat keindahan di setiap gerak tari tayub. Selain itu, ada makna tentang keselarasan hidup manusia.
Tari tayub merupakan tarian pergaulan yang ditampilkan untuk menjalin hubungan sosial masyarakat. Sesuai arti dari tayub, yang berasal dari kata tata dan guyup (Jawa: kiratha basa), berarti tarian untuk mewujudkan sifat romantis antara lelaki ke perempuan. Nggak dipungkiri jika tari tayub dianggap negatif oleh banyak orang lantaran ledhek mengajak pria menari dengan mengalungkan selendang (sampur) dan kerap memicu rasa iri antarpria. Terjadilah aksi-aksi sawer untuk menarik simpati ledhek.
Sebagai bagian dari budaya kejawen, tari tayup sarat unsur filosofis: jati diri manusia dengan sifat keempat nafsu. Nah, dalam Tayupan, biasanya ada penari pria yang menjadi sentral, alias sebagai visualisasi keberadaan mulhimah. Dengan adanya 4 penari pria yang mendampingi, disebut sebagai pelarih, memiliki maka akan gambaran sifat empat nafsu manusia: alumah (hitam), amarah (merah), sufiah (kuning), dan mutmainah (putih), sedangkan ledhek menggambarkan cita-cita keselarasan hidup yang diinginkan manusia.

Jadi, anggapan jika tayupan nggak perlu dilestarikan karena memiliki dampak negatif itu nggak benar, ya, Millens. Sudah saatnya millenials memiliki pikiran terbuka dan nggak menghakimi
Tayang biasanya digelar saat panen tiba ( mapag sri ), sedekah bumi, nadran, hiburan hajatan pernikahan, khitanan, dll. Biasanya ditarikan oleh beberapa penari wanita yang kemudian akan memberikan selendangnya kepada penonton lelaki yang kemudian akan diajak menari bersama.
Di wilayah Indramayu dan Cirebon, membatalkan 70-80an nama Uci Sanusi dengan Nirmala Group dan Anom Rusdi (juga dikenal sebagai dalang wayang kulit) dengan Langen Kusuma Group dapat disebut sebagai pionirnya. Dan sang sinden yang kondang bisa disebut Hj.Aam Kaminah, Inih Carinih, Itih S., dll
.
Sejarah Asal Usul Tari Tayub

Mengenai sejarah asal-usul seni Tayub sampai sekarang masih diwarnai beberapa pendapat. Tetapi sejarah perkembangan Tayub kebupaten Sumedang menarik kesimpulan sementara bahwa Tayub berasal dari Talaga. Hidup kira-kira abad ke-9 dikembangkan oleh raja Galuh Talaga. Penagru kekuasaan dapt mendorong terhadap perkembangan kesenian tradisional, selain itu hubungan kerjasama sesama kerajaan merupakan bagian dari pengaruh kesenian tersebut.
Kemudian dibawa oleh para seniman Talaga ke daerah timur Sumedang, yang mana pada abad 9 kira-kira tahun 900 M telah berdiri kerajaan Sumedang Larang dengan menobatkan Prabu Tajimalela sebagai Nalendra Prabu. Pada saat itula seni Tayub berkambang di lingkungan istana. Fungsinya sebagai media penyambutan terhadap tanu kebesaran, selain sebagai media hiburan di kalangan keluarga dan kerabat istana.
Menurut cerita rakyat Darmaraja dan Limbangan, Prabu Tajimalela turut pula mengembangkan kesenian tersebut bermunculan seni Tayub di daerah Limbangan dan Malangbong, pada masa itu wilaya tersebut berada dalam kekuasaaan Sumedang Larang. Dalam perkembangan selanjutnya seni tayub tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, atau tidak hanya dikenal di kalangan para pejabat kerajaan, tetapi mulai mengakar dalam nurani rakyat.
Seni tayub ini menonjol di daerah Darmaraja, Cadasngampar/Jatinunggal, Wado dan Pagerucukan (Situraja), bahkan sampai sekarang telah menjadi seni unggulan daerah-daerah setempat. Perkembangan seni Tayub menonjol pada masa Kabupatian, pada umumnya para Bupati yang memegan pemerintahan Sumedang sangat menggemari kesenian tersebut, bahkan danya sentuhan kreasi dari para Dalem menciptakan khas ibingan (tarian) disebut Tari Tayub.
Sejarah Asal Usul Tari Tayub
Mengenai sejarah asal-usul seni Tayub sampai sekarang masih diwarnai beberapa pendapat. Tetapi sejarah perkembangan Tayub kebupaten Sumedang menarik kesimpulan sementara bahwa Tayub berasal dari Talaga. Hidup kira-kira abad ke-9 dikembangkan oleh raja Galuh Talaga. Penagru kekuasaan dapt mendorong terhadap perkembangan kesenian tradisional, selain itu hubungan kerjasama sesama kerajaan merupakan bagian dari pengaruh kesenian tersebut.
Kemudian dibawa oleh para seniman Talaga ke daerah timur Sumedang, yang mana pada abad 9 kira-kira tahun 900 M telah berdiri kerajaan Sumedang Larang dengan menobatkan Prabu Tajimalela sebagai Nalendra Prabu. Pada saat itula seni Tayub berkambang di lingkungan istana. Fungsinya sebagai media penyambutan terhadap tanu kebesaran, selain sebagai media hiburan di kalangan keluarga dan kerabat istana.
Menurut cerita rakyat Darmaraja dan Limbangan, Prabu Tajimalela turut pula mengembangkan kesenian tersebut bermunculan seni Tayub di daerah Limbangan dan Malangbong, pada masa itu wilaya tersebut berada dalam kekuasaaan Sumedang Larang. Dalam perkembangan selanjutnya seni tayub tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, atau tidak hanya dikenal di kalangan para pejabat kerajaan, tetapi mulai mengakar dalam nurani rakyat.
Seni tayub ini menonjol di daerah Darmaraja, Cadasngampar/Jatinunggal, Wado dan Pagerucukan (Situraja), bahkan sampai sekarang telah menjadi seni unggulan daerah-daerah setempat. Perkembangan seni Tayub menonjol pada masa Kabupatian, pada umumnya para Bupati yang memegan pemerintahan Sumedang sangat menggemari kesenian tersebut, bahkan danya sentuhan kreasi dari para Dalem menciptakan khas ibingan (tarian) disebut Tari Tayub.
Kesenian Tayuban Di Cirebon
Tayuban lahir di lingkungan kraton dan digunakan untukmenghormati tamu-tamu agung. Digunakan juga untuk acara-acara penting seperti pelakrama agung (perkawinan keluarga Sultan), tanggap warsa, peringatan ulang tahun, papakan, atau sunatan putra dalem. Tayuban kemudian menyebar dan berkembang di masyarakat dengan pengaruh negatif baik datangnya dari luar maupun dari dalam.
Kesenian tayuban di Cirebon pernah populer di tahun 70 – 80an. Saat itu banyak bermunculan grup kesenian tayub yang berasal dari daerah – daerah di sekitar Cirebon dan Indramayu. Tidak sedikit pula diantaranya yang berhasil mengeluarkan album tayub  Cirebonan dalan bentuk pita kaset. Hingga pertengahan tahun 90an seni tayub Cirebon masih disukai masyarakat Cirebon yang ditunjukan dengan masih maraknya penjualan kaset – kaset yang berisi album tayuban.
Pementasan seni tayuban di Cirebon waktu itu biasa dilakukan pada acara mapag panen atau acara–acara hajatan masyarakat baik itu pesta perkawinan, sunatan maupun sedekah bumi. Sering kali pagelaran tayuban ini dihadiri oleh para pejabat desa setempat yang ikut berbaur menari bersama penari tayub dan masyarakat umum.
Iringan musik yang mengiringi tarian sang ronggeng umumnya adalah perangkat gamelan pelog yang biasa digunakan bersama wayang kulit. Lagu dan musik yang dibawakan khas dari daerah Cirebon dan Indramayu. Waditra yang digunakan adalah laras pelog, gendang, bedug, saron, bonang dsb.
Wiyaga berjumlah 15 orang. Jika diperhatikan tarian tayuban lebih cenderung mirip dengan tarian jaipong Sunda. Dimana dalam gaya tariannya dipenuhi dengan gerakan – gerakan dan hentakan kendamg yang lincah dan bertenaga.
Busana Wiyaga bendo, baju taqwa, kain batik dan celana sontok. Busana Ronggeng kembang goyang, melati suren, sanggung bokor, cinatok, sangsangan, krestagen dan alat perhias. Saat membawakan tarian, sang penari tidak pernah lepas dari selendangnya.
Selendang ini yang akan digunakan untuk mengajak penonton agar menari bersama si penari. Penonton akan dikalungkan selendang oleh si ronggeng, ini menjadi pertanda ajakan ronggeng untuk menari bersama – sama. Biasanya ditengah tarian sering dilakukan saweran oleh penonton yang ikut menari kepada ronggeng atau pemain gamelan.


Posting Komentar

0 Komentar